Senin, 13 Oktober 2014

CATATAN: Jangan Pernah Berhenti Lahirkan 'Garuda Jaya' Baru

antara

Goal.com - "Sudah saatnya pemain berkembang bersama klub," kata Indra Sjafri, pelatih Indonesia U-19 setelah dipastikan tersingkir dari Piala Asia U-19. Selandia Baru 2015 sudah dipastikan pupus dan para penggawa tim yang disebut Garuda Jaya itu kini akan berpisah untuk menjalani karier mereka masing-masing.

Sejatinya, klub memang rumah untuk para pemain berkembang dan pemusatan latihan jangka panjang belum tentu cara terbaik untuk sebuah tim nasional membangun pondasi mereka. Jelas, itu bila para klub dan federasi mulai menerapkan scouting dengan benar dan memfasilitasi para generasi penerus dengan kompetisi berjenjang.

"Saya hanya melakukan apa yang harus dilakukan. Yaitu melakukan scouting untuk mencari putra-putra daerah terbaik dengan belusukan," begitu kira-kira kata Indra ketika menerima penghargaan dari Komite Olahraga Nasional beberapa bulan lalu.

Indra memang membentuk tim ini sudah lama, ia menjaring anak-anak terbaik negeri ini untuk membentuk tim kelompok usia. Hingga akhirnya ada Evan Dimas, Paulo Sitanggang, Fatchu Rochman hingga Yabes Roni Malaifani. Yang dibebani mimpi Piala Dunia U-20 di pundak mereka. Meski akhirnya mimpi itu pun sirna.

Kini, setelah apa yang ditargetkan tak terkejar. Sudah saatnya para pemain mengejar mimpi mereka masing-masing. Mereka tak salah, masih muda, dan punya kesempatan untuk membangun kebanggaan untuk Indonesia dari kaki mereka masing-masing.

35 bakat yang ditemukan Indra sebelum menyusut jadi 23 untuk skuat Piala Asia, disebut Indra telah menarik perhatian klub-klub dari dalam dan luar negeri. Untuk yang regular menjadi starting XI. Beberapa sudah diamankan oleh klub Indonesia Super League, seperti Paulo Sitanggang dan Ravi Murdianto yang katanya telah menjalin kesepakatan dengan Mitra Kukar, Muchlis Hadi dan Maldini Pali yang tiga tahun dikontrak PSM Makassar, dan beberapa pemain direkrut Persebaya Surabaya.

"Sudah saatnya mereka berkembang di klub, karena memang seharusnya pemain berkembang di klub. Tahun depan mereka sudah 20 tahun dan sudah siap untuk bermain di klub-klub dalam negeri dan juga luar negeri," ringkas Indra.
 
Meski Indra mempersiapkan tim ini setahun lebih untuk Piala Asia, ia pun mengakui bahwa pelatnas jangka panjang bukan lah hal yang diinginkan. Namun jika melihat realita bagaimana kompetisi domestik di tanah air berjalan, tanpa ada jenjang kompetisi yang memadai. Sudah pasti cara paling aman adalah mengumpulkan pemain itu bersama-sama.
 
Pelatih Australia U-19, Paul Okon, yang memastikan Indonesia harus tersingkir sampai kaget ketika tahu timnas U-19 sudah berkumpul selama setahun. "Mereka bersama selama setahun!? Mereka tidak bertemu keluarga mereka? Para pelatih juga begitu? Mereka butuh keluarga," cetusnya kaget ketika berbincang dengan wartawan.
 
Sayangnya, pelatih mana pun akan khawatir untuk melepas pemain yang mereka temukan dan mereka bina jika ke tangan yang salah. Apalagi ada ikatan tertenu antara Indra dan para pemain. Tapi di lain hal, pemain itu sendiri butuh kehidupan di luar tim, butuh adaptasi terhadap berbagai situasi sebagaimana mereka masih berkembang dan tentu butuh iklim kompetisi yang kompetitif. Yang bisa didapat dari sebuah kompetisi berjenjang

Tak usah jauh menengok hingga ke Jerman atau negara Eropa maju yang sudah memfasilitasi bocah-bocah enam tahun untuk megolah si kulit bundar. Di Myanmar, di mana Piala Asia U-19 2014 digelar, lapangan bola untuk sepakbola akar rumput tersebar di tiga kota dan akan mungkin terus akan bertambah.
 
Di negeri Aung San itu, klub peserta liga wajib memiliki tim junior dari mulai usia 10 tahun. Dan berjenjang setiap dua tahun, U-10 dan U-12, serta U-18 dan U-20. Hal yang serius mereka lakukan sejak tahun 2012 dan akan terus dibenahi untuk menggapai kembali kejayaan ketika masih bernama Burma.
 
Bahkan Stadion Thuwunna, yang dijadikan venue digelarnya Piala Asia. Dimaksudkan khusus untuk sarana pembinaan sepakbola muda, maka itu dinamakan YTC Stadium (Youth Training Centre). Tapi Thuwunna cukup megah, punya rumput mumpuni dan didukung dengan lapangan-lapangan sintetis kecil di sekitarnya.
 
Sayap-sayap Garuda Muda mungkin sudah terhenti untuk terbang ke Piala Dunia 2015, tapi mereka telah mengajarkan dan menyadarkan bahwa tim usia muda tetap bisa menjadi kebanggaan dengan raihan manis Piala AFF yang mereka raih, kelolosan ke Piala Asia yang sensasional dengan mengalahkan langganan juara Korea Selatan, sampai gaya main yang 'tak Indonesia'.
 
Sudah saatnya bercermin dan jangan pernah nyaman, untuk melakukan scouting serius dan pembinaan berjenjang dengan didukung kompetisi kompetitif untuk sepakbola kelompok usia. Yang pastinya serius ditekankan federasi kepada para klub, seperti apa yang dilakukan Myanmar dan negara-negara melek lainnya.
 
Jangan hanya menunggu dan membebani Evan Dimas cs untuk tumbuh, tapi pikirkan bagaimana mencetak Evan Dimas lainnya yang terus menghangatkan timnas kelompok usia.
 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar